Mengapa Tim Koordinasi dibentuk?
Hak Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat saat ini telah dijamin oleh Konstitusi dan diteguhkan Kembali oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan-putusannya, namun sejumlah kebijakan atau peraturan perundangan dirasakan masih belum memenuhi hak Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat. Tantangan lain adalah masih adanya respon masyarakat yang belum mendukung upaya negara dalam pemenuhan hak Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat.
Di sejumlah daerah terjadi persekusi terhadap ekspresi berkebudayaan Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat oleh masyarakat sipil atau korporasi. Belum lagi stigma negatif terhadap Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat adat. Pandangan-pandangan negatif terhadap Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat tentu harus disudahi. Memberikan informasi yang memadai tentang Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat kepada masyarakat merupakan salah satu cara untuk meminimalisir persekusi ini.
Dalam rangka mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat, negara melalui kementerian/lembaga sudah melakukan berbagai macam program/kegiatan, namun terlihat belum optimal karena dilaksanakan secara parsial dan sektoral. Oleh karena itu diperlukan sinergi lintas Kementerian dan Lembaga untuk mendukung terciptanya kepastian hukum dan terpenuhinya hak penghayat kepercayaan dan masyarakat adat dalam wadah Tim Koordinasi.
Tim Koordinasi terdiri dari unsur kementerian dan lembaga yang memiliki mandat atau dalam pelaksanaan tugasnya berkaitan dengan Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat. Tim Koordinasi berperan sebagai wadah kementerian dan lembaga untuk membangun sinergi dalam lingkup Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat, baik dalam penyelesaian persoalan maupun dalam hal penyusunan kebijakan yang berperspektif Hak Asasi Manusia. Dengan adanya Tim Koordinasi, percepatan pemenuhan hak konstitusional Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat dapat diselenggarakan secara efektif, komprehensif dan gotong royong.